Penulis Resensi : Richard C. Nickels
Benar-benar menakjubkan, dan Saudara membutuhkannya! Buku yang ditulis oleh Dr. Samuele Bacchiocchi., membahas masalah kritis yang amat penting bagi umat Tuhan sekarang maupun sebelumnya.
Bulan Juli 1998, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Surat Pastoral Dies Domini (Hari Minggu), yang menyerukan agar umat Kristen beribadah di hari Minggu sebagai penggenapan Sabat, dan meminta perundang-undangan sipil untuk memberi sarana kepada peribadahan Minggu ini. Adanya pengajaran Katolik tradisional, yang sampai sekarang, mengakui bahwa pemeliharaan (peribadahan) hari Minggu berasal dari tradisi gereja dan bukan mandat dari Alkitab, maka Paus berusaha menyediakan dukungan Alkitabiah untuk pemeliharaan hari Minggu. Adanya kebutuhan untuk menanggapi teologi “baru” dari Paus inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa Dr. Bacchiocchi memutuskan untuk menulis buku terbarunya ini.
Awal tahun 1998, Dale Ratzlaff, pendahulu Gereja Advent Hari KeTujuh, penulis buku “Sabat dalam Krisis” (1998), muncul di stasiun radio KJSL di St. Louis, Missouri. Ia secara kejam menyerang hari Sabat. Bukunya telah digunakan lebih dulu oleh Joseph Tkach dari Gereja Al Masehi (Worlwide Church of God) untuk membuang keabsahan dari pemeliharaan Sabat. Kawan saya, Neil Gardner dari Florissant, Missouri, menanggapi pemberitaan di radio tersebut, melalui surat ia menjawab butir-butir yang diajukan Ratzlaff, meminta waktu yang tepat untuk menyuguhkan peneguhan terhadap ajaran Sabat hari ke-tujuh. Gardner meminta saya untuk menyertainya dalam mempertahankan Sabat. Saya menyadari bahwa diri saya tidak sesuai menghadapi seorang retoris (pandai berbicara) seperti Ratzalf. Saya menyarankan untuk mencoba mendatangkan Dr. Bacchiocchi untuk menghadapi Ratzlaff, yang ternyata beliau sangat bersedia. Diskusi/ debat pertama berlangsung tanggal 15 Juni 1988 dan dilanjutkan selama beberapa minggu lewat internet. Akhirnya Ratzlaff mundur dari diskusi selanjutnya. Serangan Ratzalf yang anti-Sabat inilah yang merupakan motivasi kedua dari buku Bacchiocchi yang baru ini.
Paus menantang umat Kristen untuk menghormati hari Minggu, bukan hanya sebagai institusi Gerejawi, tetapi sebagai perintah Ilahi, sebagai “ekspresi yang penuh” dari Sabat. Ini sangat kontras dengan apa yang disebut “Perjanjian Baru”, dan berhubungan dengn ajaran “Dispensasi” (dianut oleh Ratzlaff dan Tkach) yang menekankan secara tegas bahwa tidak ada kesinambungan antara Sabat dan Minggu. Penganut “Dispensasi” menyatakan bahwa Sabat adalah hukum Musa, Perjanjian Lama, suatu institusi yang berakhir di salib.
Bacchiocchi memperlihatkan bahwa hari Minggu bukanlah Sabat, seperti yang dinyatakan Paus saat ini, karena kedua hari tersebut berbeda dalam otoritas, makna dan pengalaman. Hari Minggu sangat kurang dalam hal otoritas sehingga memerlukan panggilan Paus untuk pengesahan sipil agar dijadikan hari peribadahan. Pada kebanyakan negara-negara di Eropa, undang-udang hari Minggu telah berlaku bertahun-tahun lamanya, namun pengunjung kebaktian Minggu kurang dari 10% dari populasi umat Kristen. Di Italy, 95 % umat Katolik datang ke gereja hanya tiga kali seumur hidupnya, saat “lahir, menikah dan meninggal”. Undang-undang hari Minggu gagal menguatkan peribadahan di hari Minggu.
Dalam bab 2, Bacchiocchi menyelidiki secara dalam “Apakah Sabat adalah kresional (peringatan akan penciptaan) atau ceremonial (hukum upacara)?” Di luar dari Kejadian 2 dan Markus 2: 27-28, banyak teolog Kristen, termasuk Ratzlaff dan Tkach, percaya bahwa Sabat bukanlah diberikan kepada manusia sebagai tanda untuk peringatan akan penciptaan, tetapi peraturan Musa yang diberikan pada bangsa Israel bersama-sama dengan Sepuluh Hukum.
Bacchiocchi secara cermat mengulangi bukti-bukti Alkitabiah, dan mengutip komentar-komentar dari mereka yang bukan penganut Sabat, untuk menambah dukungan yang berotoritas bahwa Sabat adalah suatu perintah dalam hal peringatan penciptaan bagi semua manusia.
Dalam bab 3, Bacchiocchi membahas “Perjanjian Lama dan Baru”, sehubungan dengan pandangan Joseph Tkach mempertentangkan kedua belah perjanjian tersebut. Dr. Sam (Bacchiocchi) memperlihatkan bahwa keselamatan berdasarkan anugrah adalah tema sentral baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru. Memelihara iman tidak bisa berdiri sendiri, harus dibarengi dengan kepatuhan karena mengasihi – Galatia 5: 6. Dekalog bukanlah hanya sebuah daftar dari hukum-hukum yang berjumlah sepuluh, tetapi juga merupakan sepuluh prinsip dari kasih. Tidak ada pemisahan antara Hukum dan Kasih, karena yang satu tidak dapat ada/eksis tanpa yang lainnya. Dr. Sam memperlihatkan bahwa Paulus menggunakan kata “sabbatismos” dalam Ibrani 4 :9, yang mendukung pemeliharaan Sabat secara literal, dimana hal ini menjawab lima alasan yang dikemukakan Ratzlaff yang menolak pemeliharaan Sabat secara literal. Berbeda dari keimamatan Lewi dan pengorbanan binatang yang sudah ‘dihapuskan’ (Ibrani 10:9), ‘usang’ dan ‘dekat pada kemusnahannya’ (Ibrani 8:13), Paulus secara eksplisit mengajarkan bahwa “Pemeliharaan Sabat masih disediakan untuk umat Tuhan” (Ibrani 4:9).
Pengikut Luther (Lutherans) seperti juga Ratzlaff dan Tkach, percaya bahwa Yesus Kristus telah menggenapi perintah Sabat sekaligus menghentikan peribadahan di hari itu, dan digantikan dengan adanya pengalaman dalam perhentian keselamatan yang tersedia bagi umat percaya setiap hari. Untuk yang lainnya, seperti Katolik dan Calvinis, Kristus menggenapi dan menghentikan hanya aspek upacara (seremonial) dari perintah Sabat; yaitu peribadahan di hari ketujuh, tetapi aspek moral dari perintah Sabat, prinsip peribadahan di satu hari khusus dalam seminggu tidak dicabut oleh Kristus, tetapi dipindahkan ke peribadahan hari pertama dalam minggu (hari Minggu).
Dalam menjelajahi topik “Juruselamat dan hari Sabat”, Dr. Sam memperlihatkan kekeliruan dari kedua pandangan tersebut. Penyembuhan-penyembuhan ajaib yang dilakukan Yesus pada hari Sabat memperlihatkan perluasan /pengembangan, bukan pemutusan/penghentian peribadahan Sabat, dan mengungkapkan sifat alamiah penebusan dari pemeliharaan Sabat yang benar. Seperti Allah ” bekerja sampai sekarang” (Yohanes 5:17), kita juga harus bekerja untuk meyampaikan dan meluaskan istirahat dan kedamaian dalam Sabat kepada orang lain, Yoh 9:4. “Artinya untuk umat percaya saat ini” Dr Sam menyatakan, “bahwa Sabat adalah hari untuk merayakan bukan hanya penciptaan yang telah Allah lakukan, dengan cara kita beristirahat; tetapi juga penebusan Kristus dengan cara berbelas kasihan kepada sesama manusia, ” hal 173.
Berikutnya, Dr Sam menghadirkan diskusi secara mendalam mengenai “Paulus dan Hukum Taurat”, dan “Paulus dan hari Sabat”. Bagaimana seseorang bisa mempertemukan pernyataan Paulus yang terlihat bertentangan mengenai Hukum Taurat ? Lima ayat-ayat utama diteliti, dimana seringkali dikutip untuk mendukung pemikiran bahwa Hukum Taurat sudah digenapi oleh Kristus, sebagai akibatnya tidak lagi menjadi tolok ukur dari kelakuan orang Kristen.
Roma 6:14, ” tidak lagi berada di bawah hukum “;
II Korintus 3 : 1-18, ” surat dan Roh “;
Galatia 3 : 15-25, ” iman dan hukum “;
Kolose 2:14, ” telah dipakukan di salib ? ” dan
Roma 10:4, “Kristus adalah akhir (bhs Ingg:’end’) dari hukum Taurat.”
Kesimpulan Bacchiocchi adalah pada waktu Paulus membicarakan Hukum dalam konteks keselamatan (pembenaran, berdiri dengan benar dihadapan Tuhan), dia menegaskan bahwa pemeliharaan Hukum tidak berlaku (Roma 3:20). Pada kesempatan lainnya, ketika Paulus berbicara mengenai Hukum dalam konteks tingkah laku Kristiani (penyucian, hidup benar dihadapan Tuhan), dia meninggikan nilai dan keabsahan Hukum Tuhan (Roma 7:12; 13:8-10; I Korintus 7:19). Ini merupakan bagian yang paling berharga dari buku “Sabbath Under Crossfire”.
Menurut pendapat saya, pengajaran dari Gereja Al Masehi (Worldwide Church of God) sepanjang sejarah, agak lemah dalam hal Hukum Tuhan dan Perjanjian yang Baru. Kelemahan ini memberikan pintu kesempatan untuk Dr. Ernest L. Martin, mantan ketua Departemen Theologia dari perguruan tinggi Ambassador, untuk membawa lebih dari 10.000 anggota keluar dari gereja pada tahun 1974, yang mana kebanyakan mereka melalaikan pemeliharaan sabat secara keseluruhan. Dr. Martin membuka jalan untuk Proyek Teologi Ssistematik di akhir 1970-an, yang secara teologis merupakan fondasi untuk Joseph Tkach, Senior dan Junior. Dalam sebuah surat bulan April 1995, Dr Martin menyatakan penghargaan atas banyak doktrin-dokrin yang umat gereja Al Masehi sekarang katakan sebagai “kebenaran-kebenaran baru” selama lebih dari 20 tahun! Ajaran Martin yang disebut “Perjanjian Baru (New Covenant)” dan anti Sabat, sejajar dengan pengajaran Ratzlaff dan Tkach. Banyak dari pendeta-pendeta senior saat ini diajar oleh Martin di perguruan tinggi Ambassador. Apakah mengherankan bahwa banyak orang yang terguling dan jatuh, ketika sampai pada pengertian Alkitab mengenai Hukum Tuhan dan Perjanjian yang Baru? Pengajaran Tkach saat ini mendekati ajaran Martin.
Dalam bukunya ini, Dr Sam menyatakan”Kebalikan dengan apa yang banyak dipercaya orang, Perjanjian Lama tidak lah memandang Hukum Taurat sebagai suatu alat untuk mendapatkan penerimaan/perkenan dari Tuhan lewat penurutan, tetapi merupakan suatu cara untuk merespon/membalas anugrah penebusan Tuhan dan yang mengikat antara Israel dengan Tuhan …. keselamatan adalah selalu pemberian ilahi yang berupa anugrah dan bukan usaha manusia.” hal 186-187. Tidak ada legalisme dalam Perjanjian Lama; konsep yang menyimpang itu dikembangkan dintara kedua Perjanjian (PL dan PB -red) oleh orang-orang Farisi. “Paulus menolak pengertian kaum Farisi bahwa Hukum adalah alat untuk keselamatan, ia meneguhkan pandangan Perjanjian Lama terhadap Hukum sebagai pengungkapan apa yang Tuhan kehendaki dalam tingkah laku manusia.” hal 189. Ernest Martin dan beberapa mantan pendeta Gereja al Masehi sekarang ini, menjadikan Paulus seorang pelanggar hukum. Tetapi yang benar ialah kehidupan baru kita dalam Kristus memampukan kita untuk mematuhi Hukum, bukan secara penampilan luar (ditulis dengan tinta pada loh batu), tetapi sebagai respon yang penuh kasih kepada Tuhan (ditulis oleh Roh pada loh daging dalam hati).
Sebelum membaca bagian ini dalam buku “Sabbath Under Crossfire”, saya tidak mempunyai dasar pengertian yang baik terhadap penempatan Hukum Tuhan dalam kehidupan Kristiani. Terminologi Bacchiocchi yang sederhana, mudah dimengerti dan exegese Alkitabiahnya sangat menakjubkan. Jika saudara mengetahui seseorang yang meninggalkan gereja, mungkin sudah bertahun-tahun lampau, dan telah mengabaikan Sabat dan kebanyakan pengajaran utama kita, mungkin mereka mau meneliti kembali masalah-masalah mengenai Sabat, Hukum Tuhan dan teologia Paulus. Buku ‘Sabbath Under Crossfire’ ini bisa menjadi buku yang terbaik yang pernah ditulis sehubungan dengan masalah tersebut, dan akan merupakan pemberian yang sangat baik untuk menolong seseorang mendapatkan kembali pijakan bagi kerohaniannya. Jangan lupakan dirimu sendiri. Mungkin saudara, seperti juga saya, tidak sungguh-sungguh menggali pengajaran mengenai hukum Taurat dalam tulisan rasul Paulus sebagaimana yang dilakukan Bacchoiocchi dalam bukunya yang sangat baik ini.
Akhirnya, dalam Pasal 7, Dr Sam memperlihatkan bahwa banyak pemelihara hari Minggu meneliti dan menemukan kembali keabsahan dari Sabat. Sabat bukanlah berarti satu jam kebaktian ibadah, tetapi 24 jam yang kudus bersama Tuhan, liburan ilahi dari kerusuhan dan tekanan hidup sehari-hari. Dimana sebagian pemelihara hari Minggu lebih bersungguh-sungguh memelihara hari Minggu, fakta tetap menyatakan bahwa hari Minggu bukanlah Sabat. Saudara tidak dapat menyimpan air dingin agar tetap hangat. Dimana Ratzlaff dan Gereja Al Masehi telah mengabaikan Sabat, berita menggembirakan adalah orang-orang Kristen lainnya justru menemukan kembali Sabat hari ke tujuh, beribadah di hari tersebut, dan mempelajari lebih dalam mengenai arti rohaninya.
Bishop Steven Sanchez dan Sinode Wesley dari 68 kumpulan jemaat Methodis di Amerika Utara, akhir-akhir ini telah menjadi pemelihara Sabat, menyatakan bahwa John Wesley asalnya memelihara Sabat dan juga hukum/peraturan diet. Mereka memelihara Sabat sejak matahari terbenam di hari Jumat sampai terbenam kembali di hari Sabtu, mengadakan kebaktian gereja di hari Sabtu, dan berhenti dari pekerjaan mereka di hari Sabat tersebut. Betapa sangat menggembirakan berita ini.
Kebanyakan Yahudi Mesianik (percaya Yesus Kristus sebagai Mesias -red), yang menerima Mesias melalui usaha para Protestan dan tadinya memelihara hari Minggu, sekarang sudah menjadi penganut Sabat hari ke-tujuh. Penganut Menonit (Sabbatarian Menonit) seperti Daniel Leichty, sedang memperbaharui warisan Anabaptis dari Andreas Fischer dan Oswald Glait dengan kembali pada Sabat. Gereja Yesus Sejati (the True Jesus Church, berdiri th 1917 di China (yang mungkin adalah generasi penerus dari orang-orang Tionghoa penganut Sabat abad 19) hari ini mempunyai satu juta anggota di Cina dan 79.000 di dunia bebas. Prinsip dasar mereka menyatakan,”Hari Sabat, hari ketujuh dalam satu minggu (Sabtu), adalah hari yang suci, diberkati dan dikuduskan oleh Allah. Itu harus dipelihara di bawah anugrah Tuhan untuk memperingati penciptaan dan penebusan Tuhan, dan dengan pengharapan akan istirahat yang kekal.”
Bagaimana dengan saudara? Akankah engkau membuang Sabat seperti Martin, Ratzlaff, dan Tkach? Akankah engkau menjalankan Sabat dengan cara legalistis, keras hati, berpikir bahwa dengan melakukan hal ini engkau dapat memperoleh kemurahan Tuhan dan mendapatkan keselamatan, atau, menjadikan Sabat suatu beban bagi anak-anakmu sehingga mereka akan menolaknya ketika mereka dewasa? Atau sebaliknya, akankah engkau, meskipun sudah menjadi seorang pemelihara Sabat selama bertahun-tahun, menemukan kembali kesukaan atas Sabat, “hadiah yang sedang menunggu untuk dibuka”? Akankah engkau mengijinkan Tuhan memperkaya hidupmu dengan kehadiran, kedamaian dan peristirahatan ilahiNya dalam takaran yang lebih besar lagi sebagaimana yang diberikan oleh Sabat?
Dan, yang terpenting, seperti yang disimpulkan Dr Samuele, akankah engkau MELAKUKAN SESUATU untuk menyebarkan kesukaan dalam Sabat kepada yang lainnya? Akankah engkau bagikan imanmu pada yang lainnya? Dr. Sam memohon dengan sangat agar kita melepaskan diri kita dari kelesuan spiritual: Banyak orang akan menerima pemberian Sabat ini jika mereka yang telah mengalami berkatnya setiap minggu atas pemberian ilahi ini mau membagikannya kepada orang lain manfaat yang diberikan hari tersebut dalam hidup kita.” hal 283.
Benar-benar menakjubkan, dan Saudara membutuhkannya! Buku yang ditulis oleh Dr. Samuele Bacchiocchi., membahas masalah kritis yang amat penting bagi umat Tuhan sekarang maupun sebelumnya.
Bulan Juli 1998, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Surat Pastoral Dies Domini (Hari Minggu), yang menyerukan agar umat Kristen beribadah di hari Minggu sebagai penggenapan Sabat, dan meminta perundang-undangan sipil untuk memberi sarana kepada peribadahan Minggu ini. Adanya pengajaran Katolik tradisional, yang sampai sekarang, mengakui bahwa pemeliharaan (peribadahan) hari Minggu berasal dari tradisi gereja dan bukan mandat dari Alkitab, maka Paus berusaha menyediakan dukungan Alkitabiah untuk pemeliharaan hari Minggu. Adanya kebutuhan untuk menanggapi teologi “baru” dari Paus inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa Dr. Bacchiocchi memutuskan untuk menulis buku terbarunya ini.
Awal tahun 1998, Dale Ratzlaff, pendahulu Gereja Advent Hari KeTujuh, penulis buku “Sabat dalam Krisis” (1998), muncul di stasiun radio KJSL di St. Louis, Missouri. Ia secara kejam menyerang hari Sabat. Bukunya telah digunakan lebih dulu oleh Joseph Tkach dari Gereja Al Masehi (Worlwide Church of God) untuk membuang keabsahan dari pemeliharaan Sabat. Kawan saya, Neil Gardner dari Florissant, Missouri, menanggapi pemberitaan di radio tersebut, melalui surat ia menjawab butir-butir yang diajukan Ratzlaff, meminta waktu yang tepat untuk menyuguhkan peneguhan terhadap ajaran Sabat hari ke-tujuh. Gardner meminta saya untuk menyertainya dalam mempertahankan Sabat. Saya menyadari bahwa diri saya tidak sesuai menghadapi seorang retoris (pandai berbicara) seperti Ratzalf. Saya menyarankan untuk mencoba mendatangkan Dr. Bacchiocchi untuk menghadapi Ratzlaff, yang ternyata beliau sangat bersedia. Diskusi/ debat pertama berlangsung tanggal 15 Juni 1988 dan dilanjutkan selama beberapa minggu lewat internet. Akhirnya Ratzlaff mundur dari diskusi selanjutnya. Serangan Ratzalf yang anti-Sabat inilah yang merupakan motivasi kedua dari buku Bacchiocchi yang baru ini.
Paus menantang umat Kristen untuk menghormati hari Minggu, bukan hanya sebagai institusi Gerejawi, tetapi sebagai perintah Ilahi, sebagai “ekspresi yang penuh” dari Sabat. Ini sangat kontras dengan apa yang disebut “Perjanjian Baru”, dan berhubungan dengn ajaran “Dispensasi” (dianut oleh Ratzlaff dan Tkach) yang menekankan secara tegas bahwa tidak ada kesinambungan antara Sabat dan Minggu. Penganut “Dispensasi” menyatakan bahwa Sabat adalah hukum Musa, Perjanjian Lama, suatu institusi yang berakhir di salib.
Bacchiocchi memperlihatkan bahwa hari Minggu bukanlah Sabat, seperti yang dinyatakan Paus saat ini, karena kedua hari tersebut berbeda dalam otoritas, makna dan pengalaman. Hari Minggu sangat kurang dalam hal otoritas sehingga memerlukan panggilan Paus untuk pengesahan sipil agar dijadikan hari peribadahan. Pada kebanyakan negara-negara di Eropa, undang-udang hari Minggu telah berlaku bertahun-tahun lamanya, namun pengunjung kebaktian Minggu kurang dari 10% dari populasi umat Kristen. Di Italy, 95 % umat Katolik datang ke gereja hanya tiga kali seumur hidupnya, saat “lahir, menikah dan meninggal”. Undang-undang hari Minggu gagal menguatkan peribadahan di hari Minggu.
Dalam bab 2, Bacchiocchi menyelidiki secara dalam “Apakah Sabat adalah kresional (peringatan akan penciptaan) atau ceremonial (hukum upacara)?” Di luar dari Kejadian 2 dan Markus 2: 27-28, banyak teolog Kristen, termasuk Ratzlaff dan Tkach, percaya bahwa Sabat bukanlah diberikan kepada manusia sebagai tanda untuk peringatan akan penciptaan, tetapi peraturan Musa yang diberikan pada bangsa Israel bersama-sama dengan Sepuluh Hukum.
Bacchiocchi secara cermat mengulangi bukti-bukti Alkitabiah, dan mengutip komentar-komentar dari mereka yang bukan penganut Sabat, untuk menambah dukungan yang berotoritas bahwa Sabat adalah suatu perintah dalam hal peringatan penciptaan bagi semua manusia.
Dalam bab 3, Bacchiocchi membahas “Perjanjian Lama dan Baru”, sehubungan dengan pandangan Joseph Tkach mempertentangkan kedua belah perjanjian tersebut. Dr. Sam (Bacchiocchi) memperlihatkan bahwa keselamatan berdasarkan anugrah adalah tema sentral baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru. Memelihara iman tidak bisa berdiri sendiri, harus dibarengi dengan kepatuhan karena mengasihi – Galatia 5: 6. Dekalog bukanlah hanya sebuah daftar dari hukum-hukum yang berjumlah sepuluh, tetapi juga merupakan sepuluh prinsip dari kasih. Tidak ada pemisahan antara Hukum dan Kasih, karena yang satu tidak dapat ada/eksis tanpa yang lainnya. Dr. Sam memperlihatkan bahwa Paulus menggunakan kata “sabbatismos” dalam Ibrani 4 :9, yang mendukung pemeliharaan Sabat secara literal, dimana hal ini menjawab lima alasan yang dikemukakan Ratzlaff yang menolak pemeliharaan Sabat secara literal. Berbeda dari keimamatan Lewi dan pengorbanan binatang yang sudah ‘dihapuskan’ (Ibrani 10:9), ‘usang’ dan ‘dekat pada kemusnahannya’ (Ibrani 8:13), Paulus secara eksplisit mengajarkan bahwa “Pemeliharaan Sabat masih disediakan untuk umat Tuhan” (Ibrani 4:9).
Pengikut Luther (Lutherans) seperti juga Ratzlaff dan Tkach, percaya bahwa Yesus Kristus telah menggenapi perintah Sabat sekaligus menghentikan peribadahan di hari itu, dan digantikan dengan adanya pengalaman dalam perhentian keselamatan yang tersedia bagi umat percaya setiap hari. Untuk yang lainnya, seperti Katolik dan Calvinis, Kristus menggenapi dan menghentikan hanya aspek upacara (seremonial) dari perintah Sabat; yaitu peribadahan di hari ketujuh, tetapi aspek moral dari perintah Sabat, prinsip peribadahan di satu hari khusus dalam seminggu tidak dicabut oleh Kristus, tetapi dipindahkan ke peribadahan hari pertama dalam minggu (hari Minggu).
Dalam menjelajahi topik “Juruselamat dan hari Sabat”, Dr. Sam memperlihatkan kekeliruan dari kedua pandangan tersebut. Penyembuhan-penyembuhan ajaib yang dilakukan Yesus pada hari Sabat memperlihatkan perluasan /pengembangan, bukan pemutusan/penghentian peribadahan Sabat, dan mengungkapkan sifat alamiah penebusan dari pemeliharaan Sabat yang benar. Seperti Allah ” bekerja sampai sekarang” (Yohanes 5:17), kita juga harus bekerja untuk meyampaikan dan meluaskan istirahat dan kedamaian dalam Sabat kepada orang lain, Yoh 9:4. “Artinya untuk umat percaya saat ini” Dr Sam menyatakan, “bahwa Sabat adalah hari untuk merayakan bukan hanya penciptaan yang telah Allah lakukan, dengan cara kita beristirahat; tetapi juga penebusan Kristus dengan cara berbelas kasihan kepada sesama manusia, ” hal 173.
Berikutnya, Dr Sam menghadirkan diskusi secara mendalam mengenai “Paulus dan Hukum Taurat”, dan “Paulus dan hari Sabat”. Bagaimana seseorang bisa mempertemukan pernyataan Paulus yang terlihat bertentangan mengenai Hukum Taurat ? Lima ayat-ayat utama diteliti, dimana seringkali dikutip untuk mendukung pemikiran bahwa Hukum Taurat sudah digenapi oleh Kristus, sebagai akibatnya tidak lagi menjadi tolok ukur dari kelakuan orang Kristen.
Roma 6:14, ” tidak lagi berada di bawah hukum “;
II Korintus 3 : 1-18, ” surat dan Roh “;
Galatia 3 : 15-25, ” iman dan hukum “;
Kolose 2:14, ” telah dipakukan di salib ? ” dan
Roma 10:4, “Kristus adalah akhir (bhs Ingg:’end’) dari hukum Taurat.”
Kesimpulan Bacchiocchi adalah pada waktu Paulus membicarakan Hukum dalam konteks keselamatan (pembenaran, berdiri dengan benar dihadapan Tuhan), dia menegaskan bahwa pemeliharaan Hukum tidak berlaku (Roma 3:20). Pada kesempatan lainnya, ketika Paulus berbicara mengenai Hukum dalam konteks tingkah laku Kristiani (penyucian, hidup benar dihadapan Tuhan), dia meninggikan nilai dan keabsahan Hukum Tuhan (Roma 7:12; 13:8-10; I Korintus 7:19). Ini merupakan bagian yang paling berharga dari buku “Sabbath Under Crossfire”.
Menurut pendapat saya, pengajaran dari Gereja Al Masehi (Worldwide Church of God) sepanjang sejarah, agak lemah dalam hal Hukum Tuhan dan Perjanjian yang Baru. Kelemahan ini memberikan pintu kesempatan untuk Dr. Ernest L. Martin, mantan ketua Departemen Theologia dari perguruan tinggi Ambassador, untuk membawa lebih dari 10.000 anggota keluar dari gereja pada tahun 1974, yang mana kebanyakan mereka melalaikan pemeliharaan sabat secara keseluruhan. Dr. Martin membuka jalan untuk Proyek Teologi Ssistematik di akhir 1970-an, yang secara teologis merupakan fondasi untuk Joseph Tkach, Senior dan Junior. Dalam sebuah surat bulan April 1995, Dr Martin menyatakan penghargaan atas banyak doktrin-dokrin yang umat gereja Al Masehi sekarang katakan sebagai “kebenaran-kebenaran baru” selama lebih dari 20 tahun! Ajaran Martin yang disebut “Perjanjian Baru (New Covenant)” dan anti Sabat, sejajar dengan pengajaran Ratzlaff dan Tkach. Banyak dari pendeta-pendeta senior saat ini diajar oleh Martin di perguruan tinggi Ambassador. Apakah mengherankan bahwa banyak orang yang terguling dan jatuh, ketika sampai pada pengertian Alkitab mengenai Hukum Tuhan dan Perjanjian yang Baru? Pengajaran Tkach saat ini mendekati ajaran Martin.
Dalam bukunya ini, Dr Sam menyatakan”Kebalikan dengan apa yang banyak dipercaya orang, Perjanjian Lama tidak lah memandang Hukum Taurat sebagai suatu alat untuk mendapatkan penerimaan/perkenan dari Tuhan lewat penurutan, tetapi merupakan suatu cara untuk merespon/membalas anugrah penebusan Tuhan dan yang mengikat antara Israel dengan Tuhan …. keselamatan adalah selalu pemberian ilahi yang berupa anugrah dan bukan usaha manusia.” hal 186-187. Tidak ada legalisme dalam Perjanjian Lama; konsep yang menyimpang itu dikembangkan dintara kedua Perjanjian (PL dan PB -red) oleh orang-orang Farisi. “Paulus menolak pengertian kaum Farisi bahwa Hukum adalah alat untuk keselamatan, ia meneguhkan pandangan Perjanjian Lama terhadap Hukum sebagai pengungkapan apa yang Tuhan kehendaki dalam tingkah laku manusia.” hal 189. Ernest Martin dan beberapa mantan pendeta Gereja al Masehi sekarang ini, menjadikan Paulus seorang pelanggar hukum. Tetapi yang benar ialah kehidupan baru kita dalam Kristus memampukan kita untuk mematuhi Hukum, bukan secara penampilan luar (ditulis dengan tinta pada loh batu), tetapi sebagai respon yang penuh kasih kepada Tuhan (ditulis oleh Roh pada loh daging dalam hati).
Sebelum membaca bagian ini dalam buku “Sabbath Under Crossfire”, saya tidak mempunyai dasar pengertian yang baik terhadap penempatan Hukum Tuhan dalam kehidupan Kristiani. Terminologi Bacchiocchi yang sederhana, mudah dimengerti dan exegese Alkitabiahnya sangat menakjubkan. Jika saudara mengetahui seseorang yang meninggalkan gereja, mungkin sudah bertahun-tahun lampau, dan telah mengabaikan Sabat dan kebanyakan pengajaran utama kita, mungkin mereka mau meneliti kembali masalah-masalah mengenai Sabat, Hukum Tuhan dan teologia Paulus. Buku ‘Sabbath Under Crossfire’ ini bisa menjadi buku yang terbaik yang pernah ditulis sehubungan dengan masalah tersebut, dan akan merupakan pemberian yang sangat baik untuk menolong seseorang mendapatkan kembali pijakan bagi kerohaniannya. Jangan lupakan dirimu sendiri. Mungkin saudara, seperti juga saya, tidak sungguh-sungguh menggali pengajaran mengenai hukum Taurat dalam tulisan rasul Paulus sebagaimana yang dilakukan Bacchoiocchi dalam bukunya yang sangat baik ini.
Akhirnya, dalam Pasal 7, Dr Sam memperlihatkan bahwa banyak pemelihara hari Minggu meneliti dan menemukan kembali keabsahan dari Sabat. Sabat bukanlah berarti satu jam kebaktian ibadah, tetapi 24 jam yang kudus bersama Tuhan, liburan ilahi dari kerusuhan dan tekanan hidup sehari-hari. Dimana sebagian pemelihara hari Minggu lebih bersungguh-sungguh memelihara hari Minggu, fakta tetap menyatakan bahwa hari Minggu bukanlah Sabat. Saudara tidak dapat menyimpan air dingin agar tetap hangat. Dimana Ratzlaff dan Gereja Al Masehi telah mengabaikan Sabat, berita menggembirakan adalah orang-orang Kristen lainnya justru menemukan kembali Sabat hari ke tujuh, beribadah di hari tersebut, dan mempelajari lebih dalam mengenai arti rohaninya.
Bishop Steven Sanchez dan Sinode Wesley dari 68 kumpulan jemaat Methodis di Amerika Utara, akhir-akhir ini telah menjadi pemelihara Sabat, menyatakan bahwa John Wesley asalnya memelihara Sabat dan juga hukum/peraturan diet. Mereka memelihara Sabat sejak matahari terbenam di hari Jumat sampai terbenam kembali di hari Sabtu, mengadakan kebaktian gereja di hari Sabtu, dan berhenti dari pekerjaan mereka di hari Sabat tersebut. Betapa sangat menggembirakan berita ini.
Kebanyakan Yahudi Mesianik (percaya Yesus Kristus sebagai Mesias -red), yang menerima Mesias melalui usaha para Protestan dan tadinya memelihara hari Minggu, sekarang sudah menjadi penganut Sabat hari ke-tujuh. Penganut Menonit (Sabbatarian Menonit) seperti Daniel Leichty, sedang memperbaharui warisan Anabaptis dari Andreas Fischer dan Oswald Glait dengan kembali pada Sabat. Gereja Yesus Sejati (the True Jesus Church, berdiri th 1917 di China (yang mungkin adalah generasi penerus dari orang-orang Tionghoa penganut Sabat abad 19) hari ini mempunyai satu juta anggota di Cina dan 79.000 di dunia bebas. Prinsip dasar mereka menyatakan,”Hari Sabat, hari ketujuh dalam satu minggu (Sabtu), adalah hari yang suci, diberkati dan dikuduskan oleh Allah. Itu harus dipelihara di bawah anugrah Tuhan untuk memperingati penciptaan dan penebusan Tuhan, dan dengan pengharapan akan istirahat yang kekal.”
Bagaimana dengan saudara? Akankah engkau membuang Sabat seperti Martin, Ratzlaff, dan Tkach? Akankah engkau menjalankan Sabat dengan cara legalistis, keras hati, berpikir bahwa dengan melakukan hal ini engkau dapat memperoleh kemurahan Tuhan dan mendapatkan keselamatan, atau, menjadikan Sabat suatu beban bagi anak-anakmu sehingga mereka akan menolaknya ketika mereka dewasa? Atau sebaliknya, akankah engkau, meskipun sudah menjadi seorang pemelihara Sabat selama bertahun-tahun, menemukan kembali kesukaan atas Sabat, “hadiah yang sedang menunggu untuk dibuka”? Akankah engkau mengijinkan Tuhan memperkaya hidupmu dengan kehadiran, kedamaian dan peristirahatan ilahiNya dalam takaran yang lebih besar lagi sebagaimana yang diberikan oleh Sabat?
Dan, yang terpenting, seperti yang disimpulkan Dr Samuele, akankah engkau MELAKUKAN SESUATU untuk menyebarkan kesukaan dalam Sabat kepada yang lainnya? Akankah engkau bagikan imanmu pada yang lainnya? Dr. Sam memohon dengan sangat agar kita melepaskan diri kita dari kelesuan spiritual: Banyak orang akan menerima pemberian Sabat ini jika mereka yang telah mengalami berkatnya setiap minggu atas pemberian ilahi ini mau membagikannya kepada orang lain manfaat yang diberikan hari tersebut dalam hidup kita.” hal 283.
0 comments:
Post a Comment