Kliring (dari bahasa inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastika bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.Proses kliring adalah termasuk pelaporan atau pemantauan, marjin resiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai pihak yang terkait dengan sistem pembayaran, dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar bank di maksud adalah :
Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan pembayaran efektif, efisien, dan aman.
Bagi bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah juga dapat menjadi salah satu upaya dalam menggalang dana pihak ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio funal.
Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat, baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakankebijakannya secara lebih akurat dan tepat.
Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan pembayaran efektif, efisien, dan aman.
Bagi bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah juga dapat menjadi salah satu upaya dalam menggalang dana pihak ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio funal.
Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat, baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakankebijakannya secara lebih akurat dan tepat.
Secara umum kliring melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang dikenal dengan sebutan Mitra Pengimbang Sentral (MPS) atau disebut juga central counterparty.MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang terjadi baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kegagalan penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu resiko kredit yang distandarisasi dari MPR . Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh bank koresponden dan Federal Reserve.Di Indonesia untuk kliring antar bank atas transfer dana secara elektronik dan atas cek dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral. Sedangkan proses kliring atas transaksi efek dilaksanakan olehPT. Kliring Penjamin Indonesia (KPEI) dan proses kliring atas transaksi kontrak berjangka dilaksanakan oleh PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI).
SEJARAH KLIRING DI INDONESIA
Perjanjian yang menyangkut sistem perhitungan penyelesaian hutang piutang melalui mekanisme kliring untuk pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 15 Februari 1909 antara 6 (enam) bank utama di Jakarta (saat itu bernama Batavia ). Sistem ini dirasakan sangat bermanfaat dalam memperlancar serta mempermudah perhitungan antar bank. Enam bank utama yang menyelenggarakan perjanjian sistem perhitungan kliring ini adalah Nederlandsche Handel Mij Factorij, De Hongkong & Shanghai Banking Corp, De
Chartered Bank of India Australia & China , De Nederderlandsch Indische Escompto Mij, De Nederlandsch Indische Handelsbank, dan De Javasche Bank. Perhitungan kliring pada saat itu dilaksanakan oleh pihak ketiga yaitu di gedung Fa. Rijnst & Vinju dibawah pimpinan E. Th. Kal. Adapun perkembangan kegiatan kliring dapat digambarkan sebagai berikut;
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral pada waktu itu, pada Pasal 30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat Undang-undang dimaksud penyelenggaraan kliring antar bank oleh Bank Indonesia (untuk selanjutnya disebut Penyelenggara) telah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 14/35/Kep/Dir/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/UPG masing-masing tertanggal 10 September 1981 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal.
Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia dilaksanakan secara manual, yaitu suatu sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi yang meliputi perhitungan, pembuatan daftar, pemilahan, pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan secara manual, baik oleh penyelenggara maupun oleh bank peserta kliring. Dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang antara lain ditandai dengan meningkatnya jumlah bank/kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume warkat kliring yang dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliringpun menjadi sangat penting untuk ditingkatkan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kliring.
Khusus di wilayah kliring Jakarta , pertumbuhan baik jumlah warkat kliring maupun nilai nominal rata-rata 6% per tahun, menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual menjadi tidak efektif dan efisien lagi. Pada tahun 1990 dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Sistem Otomasi adalah sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seperti pemilahan, perhitungan, pembuatan laporan dll, dilakukan oleh Penyelenggara dengan bantuan perangkat komputer, sedangkan pemilahan warkat dilakukan dengan bantuan mesin baca pilah (reader sorter) yang dapat memilah +/- 1.000 (seribu) warkat per menit secara otomatis. Sementara itu di beberapa kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup banyak dilakukan perubahan sistem kliring dari sistem manual menjadi sistem semi otomasi kliring lokal (SOKL). SOKL adalah sistem perhitungan antar bank dimana penggabungan data, pembuatan daftar dan laporan serta bilyet saldo kliring dilakukan oleh Penyelenggara secara komputerisasi, sedangkan kegiatan pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan oleh masing-masing bank peserta kliring secara manual.
Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia dimana jumlah bank dan volume warkat kliring relatif cukup banyak, penyelenggaraan kliring umumnya dilakukan oleh bank pemerintah atau bank pembangunan daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia berdasarkan kesediaan dan kesiapan teknis maupun non teknis. Kebijakan ini ditempuh agar sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui kliring tidak saja dinikmati oleh masyarakat di kota-kota besar melainkan mencakup pula transaksi-transaksi masyarakat melalui perbankan di kota-kota yang relatif kecil dan atau jauh dari pusat-pusat bisnis. Dewasa ini. penyelenggaraan kliring di Indonesia yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi 1 kota dengan sistem elektronik (Jakarta), 3 kota dengan sistem otomasi kliring (Surabaya, Medan dan Bandung), dan 34 kota dengan SOKL. Sedangkan penyelenggaraan kliring yang dilakukan oleh penyelenggara yang bukan merupakan Bank Indonesia meliputi 23 kota dengan SOKL dan 41 kota dengan sistem kliring secara manual. Semakin meningkatnya jumlah warkat kliring dari waktu ke waktu menyebabkan meningkatnya tekanan-tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta kliring maupun di Penyelenggara. Hal tersebut diakibatkan adanya keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan dalam proses warkat kliring tersebut menyebabkan terjadi keterlambatan dalam setelmen dan penyediaan informasi hasil kliring.
Sebagaimana diketahui, gangguan yang terjadi dalam sistem pembayaran sangat berpotensi untuk memperlemah dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank. Gangguan tersebut dapat pula merugikan lembaga lain yang terkait sehingga dapat menimbulkan efek negatif yang berantai (systemic risk).
Untuk itu, sesuai dengan acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ) oleh Gubernur Bank Indonesia , DR. Syahril Sabirin.
Dengan sistem elektronis ini informasi warkat kliring dikirim secara elektronis dan on-line dari Terminal Peserta Kliring (TPK) ke terminal penyelenggara (Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik/SPKE) melalui Jaringan Komunikasi Data (JKD). Sementara itu fisik warkat itu sendiri tetap diserahkan ke Bank Indonesia untuk dipilah oleh mesin baca-pilah berdasarkan bank tertuju. Perhitungan kliring dan bilyet saldo kliring dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan data elektronis yang dikirim bank-bank peserta yang kemudian dicetak dalam bentuk laporan dan didistribusikan kepada bank bersama-sama dengan warkat yang telah dipilah oleh mesin baca-pilah. Sedangkan Kliring Pengembalian tetap menggunakan sistem SOKL. Pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta dalam kliring elektronis masih terbatas kepada 8 peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, B.Bali, Deutsche Bank, Standard Chartered Bank dan Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrim dan Bagian Akunting Kota ). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam penyelenggaraan kliring elektronis dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantor-kantor bank yang belum menjadi anggota SKEJ, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem otomasi. Penerapan sistem kliring elektronik secara menyeluruh baru diterapkan pada tanggal 18 Juni 2001.
SISTEM KLIRING
Saat ini penyelenggaraan kliring lokal di Indonesia dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) macam sistem kliring, yaitu :
Sistem manual;
Sistem Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses Sistem Manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh Peserta kliring.
Sistem Semi Otomasi;
Sistem Semi Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses Sistem Semi Otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada DKE yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan.
Sistem Otomasi;
Sistem Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring dan pemilahan Warkat dilakukan oleh Penyelenggara secara otomasi. Pada proses Sistem Otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sistem Kliring Nasional.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.Penyelenggaraan SKNBI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia No. 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia tanggal 22 Juli 2005. SKNBI untuk pertama kalinya diimplementasikan di wilayah kliring Jakarta pada tanggal 29 Juli 2005. Sampai dengan akhir tahun 2005, seluruh wilayah kliring di Jawa Barat telah diimplementasikan SKNBI. Pelaksanaan implementasi SKNBI untuk wilayah kliring lainnya akan dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2007.
Kegiatan Kliring Otomasi
Dalam penyelenggaraan kliring secara otomasi, kegiatannya meliputi :
Kliring Penyerahan, yang meliputi kegiatan:
Penerimaan dan pengecekan
Yaitu kegiatan untuk penerimaan dan pengecekan keabsahan petugas yang menyerahkan warkat kliring berdasarkan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran bundel warkat di loket..
Proofing
Yaitu kegiatan untuk membaca informasi MICR code line pada bukti penyerahan warkat dengan bantuan mesin reader encoder atau dengan melakukan entry data pada komputer serta mencetak hasilnya yaitu berupa daftar kontrol untuk kemudian digabungkan dengan addlist. Fungsi dari daftar kontrol tersebut adalah sebagai acuan pada kegiatan balancing.
Persiapan (preparation)
Yaitu kegiatan untuk mempersiapkan warkat-warkat yang akan diproses dengan mesin reader sorter yang meliputi kegiatan memisahkan warkat dari lembar substitusi, stapless, karet gelang dan benda-benda lainnya yang dapat mengganggu kelancaran jalannya mesin reader sorter serta memastikan tidak adanya warkat yang terbalik penyusunannya.
Proses Baca Pilah Warkat/Proses on line
Yaitu proses membaca, merekam, mengcapture dan memilah secara global (bank level) warkat-warkat kliring dengan mesin reader sorter. .
Reject Re-entry
Yaitu kegiatan perbaikan data warkat-warkat yang tidak terbaca oleh mesin reader sorter atau tidak terbaca secara sempurna karena kualitas MICR tidak sesuai dengan ketentuan, warkat tidak di encode, warkat terbalik penempatannya, sandi bank tidak dikenal (warkat inkaso), dll yang perbaikannya dilakukan melalui terminalreject re-entry.
Balancing/Calling over
Adalah tahapan kegiatan dalam penyelesaian proses kliring untuk mencari selisih antara nominal pada batch dengan total rincian nominal fisik warkat melalui terminal balancing untuk kemudian mengkoreksinya (balancing).
Penyediaan Informasi
Yaitu kegiatan untuk menginformasikan hasil kliring kepada seluruh peserta kliring. Bank dapat melihat informasi hasil kliring tersebut melalui PIPU atau SIKJJ.
Proses Pilah Warkat/Proses off line
Adalah proses pemilahan warkat dengan mesin reader sorterkepada bank tertuju berdasarkan sandi kantor bank peserta kliring (bank branch level).
Distribusi warkat dan laporan hasil kliring
Yaitu kegiatan untuk memasukan fisik warkat dan laporan hasil kliring ke masing-masing amplop bank penerima sesuai dengan sandi bank tertuju untuk kemudian akan diserahkan kepada bank melalui petugas kliring atau jasa kurir yang telah ditunjuk.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia , yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
A. Prinsip Umum SKNBI
1. Penyelenggaraan kliring terdiri dari kegiatan kliring debet dan kliring kredit. Kegiatan pada kliring debet masih disertai dengan penyampaian fisik warkat, sedangkan pada kliring kredit dilakukan secara paperless.
2. Dasar perhitungan kliring pada SKNBI adalah Data Keuangan Elektronik (DKE).
3. Penyampaian DKE oleh peserta kepada penyelenggara dapat dilakukan secara on line atau off line.
4. Bank wajib melakukan pendanaan awal (prefund) sebelum mengikuti kegiatan kliring debet dan kliring kredit. Penyediaanprefund pada kliring kredit dapat dilakukan dalam bentuk cash prefund, dan pada kliring debet dalam bentuk cash prefund ataucollateral prefund.
5. Jumlah minimum prefund yang harus disetorkan oleh bank pada kliring kredit adalah Rp 1,00 (satu rupiah). Adapun pada kliring debet ditetapkan sebesar incoming debet harian terbesar dalam 12 bulan terakhir
6. Terhadap bank yang tidak dapat memenuhi kewajiban pendanaan awal (prefund), tidak dapat mengikuti kegiatan pada kliring debet dan kliring kredit pada hari tersebut.
B. Perbedaan SKNBI dengan sistem kliring lain adalah sebagai berikut :
1. SKNBI memisahkan penyelenggaraan kliring antara kliring debet dan kliring kredit. Pada sistem kliring lain, kliring debet dan kliring kredit diselenggarakan secara terintegrasi. Khusus untuk kliring kredit, dilaksanakan tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless), sedangkan pada kliring debet, fisik warkat masih tetap disampaikan pada penyelenggara kliring atau dipertukarkan antar peserta.
2. Perhitungan kliring pada SKNBI dilaksanakan secara nasional. Perhitungan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional. Adapun perhitungan kliring debet dilakukan oleh masing-masing Penyelenggara Kliring Lokal.
3. Penyelesaian akhir (setelment) pada SKNBI terpisah antara kliring kredit dan kliring debet. Setelmen kliring kredit dilakukan secara nasional berdasarkan Bilyet Saldo Kliring (BSK) Nasional dan dimungkinkan untuk melakukan lebih dari satu kali setelmen. Sedangkan setelmen untuk kliring debet dilakukan satu kali berdasarkan BSK Nasional yang merupakan gabungan dari BSK Lokal.
4. Penyelenggara SKNBI dibedakan atas Penyelenggara Kliring Nasional dan Penyelenggara Kliring Lokal.
5. Adanya mekanisme failure to settle dalam penyelenggaraan SKNBI. Melalui mekanisme ini, bank diwajibkan untuk menyediakan pendanaan awal sebelum melakukan kegiatan kliring. Terhadap bank yang tidak dapat memenuhi kewajiban pendanaan awal, maka bank tersebut beserta seluruh kantornya tidak dapat mengikuti kegiatan kliring pada hari itu.
0 comments:
Post a Comment