Karl Marx
Tentang Proudhon
Surat kepada J.B. Schweitzer, 24 Januari 1865
Tentang Proudhon
Surat kepada J.B. Schweitzer, 24 Januari 1865
Saudara yang tercinta,
Kemarin saya menerima sepucuk surat dan dalam surat itu saudara mengajukan permintaan kepada saya untuk memberikan penilaian yang mendetail tentang Proudhon. Ketiadaan waktu merupakan penghalang bagi saya untuk memenuhi keinginan saudara itu. Tambahan pula, sekarang ini saya tidak memiliki satupun karya-karyanya. Meskipun demikian, untuk menunjukkan maksud baik saya terhadap saudara, maka saya dengan tergesa-gesa menuangkan suatu kerangka yang amat ringkas. Kemudian saudara bisa melengkapinya, menambahnya, menguranginya-pendek kata, perbuatlah apa yang saudara inginkan dengan kerangka itu.
Usaha-usaha Proudhon yang pertama sekali saya tidak ingat lagi. Tulisannya ketika dia masih duduk di bangku sekolah, Bahasa Universal, menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai keragu-raguan sedikitpun dalam menghadapi persoalan-persoalan yang untuk pemecahannya dia sama sekali tidak mempunyai dasar-dasar pokok pengetahuan.
Karyanya yang pertama, What is Property?, tentunya adalah karyanya yang terbaik. Karya itu membuat sejarah, jika bukan karena kebaruan isinya, setidak-tidaknya karena cara baru dan berani yang dipakainya untuk menyatakan hal-hal yang lama. Di dalam karya-karya kaum Sosialis dan Komunis Perancis yang diketahuinya, “milik”, sudah tentu, bukan saja telah dikritik dengan berbagai jalan tetapi “ditiadakan” pula dengan cara yang utopis. Di dalam bukunya itu hubungan Proudhon dengan Saint-Simon dan Fourier adalah hampir sama dengan hubungan Feurbach dengan Hegel. Jika dibandingkan dengan Hegel, Feuerbach amat kerdil. Meskipun demikian sesudah Hegel dia membuat sejarah, karena dia memberikan tekanan pada hal-hal tertentu yang tidak menyenangkan bagi kesadaran Kristen di samping hal-hal itu penting bagi kemajuan kritik, dan yang ditinggalkan Hegel di dalam setengah-kegelapan yang mistik.
Di dalam buku Proudhon itu masih terdapat, jika saya diperbolehkan menggunakan pernyataan, langgam yang berotot kuat. Dan menurut pendapat saya langgamnya itu adalah keunggulannya yang utama. Orang melihat bahwa di tempat dia hanya mengulangi kembali bahan-bahan lama sekalipun, Proudhon menemukan penemuan-penemuan yang berdiri sendiri: bahwa apa yang diucapkannya adalah baru bagi dia sendiri dan maka itu termasuk dalam hal-hal yang baru. Tantangan yang bersifat provokatif, menggunakan “yang tersuci di antara yang suci” dari hal-hal ekonomi, paradoks yang amat baik yang menjadikan common sense borjuis suatu tertawaan, kritik yang melajukan, ironi yang getir, dan, di sana-sini, terloncat perasaan amarah yang dalam dan sejati terhadap kekejian yang ada, ke sungguh-sungguhan revolusioner-karena semua itulah maka What is Property? mempunyai pengaruh yang mempesona dan menimbulkan kesan yang besar ketika pertama kali terbit. Dalam sejarah ekonomi politik yang betul-betul ilmiah buku itu untuk disebutkan pun tidak akan pantas. Tetapi karya-karya sensasionil yang semacam itu melakukan peranannya di bidang ilmu sebanyak yang dilakukannya di bidang literatur sopan. Ambillah sebagai misal, buku Malthus On Population. Pada edisinya yang pertama buku itu tidak lebih daripada “pamflet sensasional” dan dari awal hingga akhir merupakan plagiarisme. Tetapi, meskipun demikian betapa besarnya rangsang ditimbulkan oleh tulisan yang bersifat fitnahan atas ras manusia itu!
Seandainya di depan saya ada buku Proudhon maka dengan mudah saya dapat memberikan beberapa contoh untuk mengilustrasikan caranya yang pertama itu. Di dalam bagian-bagian yang dia sendiri menganggap bagian-bagian yang amat penting dia meniru perlakuan Kant terhadap antinomi-pada waktu itu Kant adalah satu-satunya ahli filsafat Jerman yang dikenalnya lewat terjemahan-dan meninggalkan kesan yang kuat pada seseorang bahwa baginya, seperti bagi Kant, pemecahan atas antinomi itu adalah sesuatu yang berada “di luar” pemahaman manusia, yaitu, sesuatu yang pemahamannya sendiri tentang itu berada di dalam kegelapan.
Tetapi meskipun dia mengadakan serangan pura-pura terhadap surga, di dalam What is Property? sudah dapat ditemukan kontradiksi-kontradiksi bahwa, di satu pihak, Proudhon mengkritik masyarakat dari segi dan dengan mata kaum tani pemilik kecil Perancis (kemudian borjuis-kecil) dan, di fihak lain, menggunakan ukuran yang diwarisinya dari kaum Sosialis.
Kelemahan buku itu ditunjukkan oleh judulnya itu sendiri. Masalah itu diajukan sebegitu salahnya sehingga ia tidak bisa dijawab dengan tepat. “Hubungan milik” kuno menemukan kehancurannya pada hubungan milik feodal, dan hubungan milik feodal itu pada hubungan milik “borjuis”. Dengan demikian maka sejarah itu sendiri telah melaksanakan kritiknya terhadap hubungan-hubungan milik masa lampau. Dengan Proudhon soalnya sesungguhnya ialah milik borjuis modern sebagaimana adanya sekarang ini. Masalah apa milik borjuis modern itu hanya dapat dijawab dengan mengadakan analisa yang kritis atas “ekonomi politik” yang meliputi hubungan-hubungan milik itu dalam keseluruhannya, bukan dalam pernyataan hukumnya sebagai hubungan kemauan tetapi dalam bentuknya yang sesungguhnya, yaitu, sebagai hubungan produksi. Tetapi karena Proudhon mengacaukan seluruh hubungan ekonomi itu di dalam konsepsi yuridis yang umum dari “milik”, maka dia tidak bisa melampaui jawaban yang telah diberikan Brissot sebelum tahun 1789 dalam karya yang sama, dan diajukan dengan kata-kata yang sama: ” Milik adalah pencurian”. Paling banyak yang dapat ditarik dari situ ialah bahwa konsepsi yuridis borjuis tentang “pencurian” sama berlakunya bagi keuntungan-keuntungan “yang jujur” dari borjuis itu sendiri. Di pihak lain, karena “pencurian” sebagai pelanggaran yang bersifat paksa atas milik bersyarat pada adanya milik, Proudhon melibatkan dirinya dalam segala macam kemauan yang bersifat khayalan, yang baginya pun tidak jelas, tentang milik borjuis yang sesungguhnya.
Selama saya berada di Paris dalam tahun 1844 saya mengadakan kontak pribadi dengan Proudhon. Hal itu saya sebutkan di sini karena hingga batas-batas tertentu saya pun bersalah atas “tiruan”-nya, seperti orang Inggris menamakan pemalsuan barang-barang yang diperdagangkan. Selama berlangsung perdebatan yang lama, sering sampai semalam suntuk, saya menularinya dengan Hegelianisme, hal yang menyebabkan dia merasa tersinggung, dan yang, karena dia tidak begitu menguasai bahasa Jerman, tidak bisa dipelajari dengan selayaknya. Setelah saya diusir dari Paris Herr Karl Grün meneruskan apa yang telah saya mulai. Sebagai seorang guru filsafat Jerman, dia mempunyai segi yang menguntungkan jika dibandingkan dengan saya, yaitu bahwa dia sendiri sama sekali tidak mengetahui hal itu.
Tidak lama sebelum terbit karya penting Proudhon yang kedua, The Philosophy of Poverty or System of Economic Contradictions, dan sebagainya, dia sendiri memberitahukan hal itu kepada saya dalam sepucuk surat yang mendetil yang didalamnya dia mengatakan, antara lain: “Saya menunggu kritik saudara yang keras.” Hal itu segera tiba padanya (dalam buku saya Poverty of Philosophy, dan seterusnya, Paris 1847), sedemikian rupa sehingga mengakhiri persahabatan kami untuk selama-lamanya.
Dari apa yang telah saya katakan tadi akan dapat saudara lihat bahwa The Philosophy of Poverty or System of Economic Contradictions Proudhon pertama nyatanya mengandung jawaban atas pertanyaan, “Apa milik itu?” Nyatanya hanyalah sesudah terbit karyanya itu baru dia memulai studi ekonominya; dia telah menemukan bahwa masalah yang diajukannya tidak dapat dijawab dengan cacian, tetapi hanya dengan analisa atas “ekonomi-politik” modern. Bersamaan dengan itu dia mencoba mengajukan sistem kategori-kategori ekonomi secara dialektik. Sebagai ganti “antinomi” Kant yang tidak bisa dipecahkan “Kontradiksi” Hegel dimasukkan sebagai cara perkembangan.
Untuk mengadakan penilaian terhadap bukunya yang terdiri dari dua jilid yang amat tebal, saya terpaksa menunjuk saudara pada karya yang saya tulis sebagai jawaban. Dalam karya itu saya menunjukkan, antara lain betapa dangkalnya dia menyelami rahasia dialektika ilmiah; bagaimana, di pihak lain, dia mempunyai juga ilusi tentang filsafat spekulatif, karena dia bukannya memikirkan kategori ekonomi sebagai pernyataan teoritis dari hubungan produksi yang mengalami sejarah, yang sesuai dengan tingkat tertentu dari perkembangan produksi material, tetapi sebaliknya dia memalsunya menjadi ide-ide yang ada sebelumnya, yang abadi; dan bagaimana dengan cara yang berbelit-belit itu sekali lagi dia sampai pada pendirian ekonomi borjuis*
Selanjutnya saya menunjukkan juga bagaimana mutlaknya kurangnya dan dalam bagian-bagian bahkan betapa keanak-sekolahan pengetahuannya tentang “ekonomi politik” yang dikritiknya, dan bagaimana dia dan kaum utopis bukannya menjadikan ilmu bersumber dari pengetahuan kritis terhadap gerakan sejarah, gerakan yang menghasilkan sendiri syarat-syarat material pembebasan, tapi mencari-cari sesuatu yang dinamakan “ilmu” yang dengannya suatu rumus untuk “pemecahan masalah sosial” a priori dipikirkan. Tetapi secara khusus harus disebutkan tentang bagaimana tetap kacaunya, salah dan setengah matanya ide-ide Proudhon mengenai basis seluruh soal itu, nilai tukar, dan bagaimana dia bahkan memahami secara salah interpretasi yang utopis dari teori nilai Ricardo sebagai dasar ilmu baru. Mengenai pendiriannya pada umumnya, saya mengadakan penilaian yang menyeluruh sebagai berikut ini:
“Setiap hubungan ekonomi mempunyai segi baik dan segi jeleknya: itulah satu-satunya soal tentang mana M. Proudhon tidak menipu dirinya sendiri. Dia melihat segi baik yang ditekankan oleh ahli-ahli ekonomi; dia melihat segi jelek yang dikutuk kaum Sosialis. Dari ahli-ahli ekonomi dia meminjam kebutuhan akan hubungan-hubungan abadi; dari kaum Sosialis dia meminjam ilusi bahwa dalam kemiskinan tidak ada sesuatu pun yang dapat dilihat kecuali kemiskinan (dia bukannya melihat dalam kemiskinan segi revolusioner, subversif yang akan menggulingkan masyarakat lama). Dia sependapat dengan mereka keduanya dalam usahanya mengutip otoritas ilmu untuk mendukungnya. Baginya ilmu merendahkan diri pada ukuran yang sempit yang terdiri dari rumus-rumus ilmiah; dia adalah seorang pemburu rumus. Oleh karena itu maka M. Proudhon menepuk dadanya bahwa dia telah mengkritik baik ekonomi politik maupun Komunisme-dia berada lebih rendah daripada ke dua-duanya. Lebih rendah daripada ahli-ahli ekonomi, karena sebagai seorang filsuf yang mempunyai rumus sakti sebagai kekuatannya, dia berpikir bahwa dia dapat meniadakan usaha menyelami soal-soal ekonomi semata sampai kepada yang sekecil-kecilnya; lebih rendah daripada kaum Sosialis, karena tidak mempunyai cukup keberanian maupun cukup pengertian untuk bisa mengangkat dirinya, meskipun secara spekulatif saja, di atas penilaian borjuis. Dia ingin terbang tinggi sebagai sarjana di atas borjuis dan kaum proletar; dia tidak lain dari borjuis-kecil yang senantiasa terombang-ambing antara kapital dan kerja, antara ekonomi politik dan Komunisme.”
Meskipun penilaian di atas kedengarannya tajam, saya tetap harus membenarkan setiap katanya kini. Tetapi, bersamaan dengan itu, harus diingat bahwa ketika saya menyatakan bukunya sebagai kode Sosialisme borjuis-kecil dan membuktikan hal itu secara teori, Proudhon masih tetap dicap sebagai seorang ultra-maha-revolusioner baik oleh ahli-ahli ekonomi politik maupun oleh kaum Sosialis. Itulah pula alasannya mengapa saya tidak pernah ikut serta dalam teriakan yang terjadi kemudian tentang “pengkhianatan”-nya terhadap revolusi. Sejak awalnya salah dipahami oleh yang lain-lain serta oleh dia sendiri, maka bukanlah kesalahannya jika dia mengecewakan harapan-harapan yang tiada beralasan.
Dalam The Philosophy of Poverty segenap kelemahan metode mengajukan dari Proudhon muncul dengan sangat tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan What is Property? Langgamnya ialah langgam yang sering disebut orang Perancis ampoule (bombastis). Logat spekulatif yang lantang-suaranya, yang dianggap sebagai filsafat Jerman, secara teratur muncul di atas panggung ketika kelincahan Gallicnya dalam memahami sesuatu tidak bisa menyelamatkannya. Nada yang membusungkan dada, yang mengagung-agungkan diri sendiri, yang angkuh, dan terutama racauan yang tak henti-henti tentang “ilmu” dan pertunjukan yang palsu tentang hal itu, yang selalu begitu tidak bermanfaat, terus-menerus berdengung di telinga orang. Di dalam buku itu secara sistematis bagian-bagian tertentu diolah melalui kata-kata yang mentereng menjadi demam panas yang berlangsung sementara, berbeda dengan kehangatan yang asli yang membara dalam tulisannya yang pertama. Sebagai tambahan, pertunjukan yang kikuk, memuakan dari pengetahuan orang yang belajar sendiri, yang keangkuhan pembawaannya pada fikiran-fikiran yang asli, merdeka telah dipatahkan dan yang sekarang, sebagai parvenu** ilmu, mengganggap perlu menggembar-gemborkan apa yang dia bukan atau apa yang tidak dimilikinya. Kemudian mentalitas borjuis-kecil, yang dengan cara kebinatangan yang tidak sopan sedikitpun-dan tidak tajam maupun tidak mendalam serta tidak pula tepat-menyerang orang seperti Cabet, agar dihargai karena sikap praktisnya terhadap proletariat Perancis, di pihak lain bersikap sopan terhadap orang seperti Dunoyer (seorang Kanselir Negara, sudah tentu); dan lagi seluruh arti Dunoyer itu terletak dalam keseriusan yang lucu dengan mana, di seluruh tiga jilid yang tebal, yang sangat membosankan, dia mengkotbahkan kekerasan yang dikarekterisasi oleh Helvetius sebagai berikut: dari yang malang dituntut keharusan menjadi sempurna.
Revolusi Pebruari pasti tiba pada saat yang amat tidak menyenangkan bagi Proudhon, karena hanya beberapa minggu sebelumnya dia telah membuktikan secara tak tersangkal bahwa “zaman revolusi” telah berlalu untuk selama-lamanya. Ucapan-ucapannya di dalam Dewan Nasional, betapa pun dangkal pandangannya terhadap syarat-syarat yang ada, pantas mendapat pujian. Sesudah pemberontakan Juni ucapan-ucapan itu merupakan perbuatan yang penuh dengan keberanian yang tinggi. Tambahan pula ucapan-ucapan itu mempunyai akibat yang menguntungkan, yaitu bahwa M. Thiers, dengan pidatonya yang menentang usul-usul Proudhon, yang pada waktu itu diterbitkan dalam penerbitan tersendiri, membuktikan kepada seluruh Eropa katekisme*** kekanak-kanakan yang bagaimana yang mengabdi sebagai sokoguru spiritual borjuis Perancis. Sungguh, jika dibandingkan dengan M. Thiers, Proudhon melembung sehingga dia menjadi sebesar kolossus sebelum-dilivium****
Penemuan Proudhon tentang “kredit bebas” dan “bank Rakyat” yang didasarkan pada “kredit bebas” itu adalah “karya” ekonominya yang terakhir. Di dalam buku saya, A Contribution To The Critique of Political-Economy, bagian I, Berlin 1859 (hal. 59-64), dapat ditemukan bukti bahwa basis teori dari idenya timbul dari kegagalan memahami unsur-unsur pertama “ekonomi politik” borjuis, yaitu, tentang hubungan antara barang-dagangan dengan uang, sedangkan bangunan atas praktisnya hanyalah reproduksi skema yang jauh lebih tua dan berkembang lebih baik. Bahwa dalam keadaan ekonomi dan politik tertentu sistem kredit dapat berlaku dalam mempercepat pembebasan klas buruh, seperti, misalnya, di awal abad ke delapanbelas, dan lagi kemudian, pada awal abad ke sembilanbelas, di Inggris, ia mengabdi dalam memindahkan kekayaan klas yang satu ke klas yang lain, tanpa keraguan sedikitpun adalah dengan sendirinya jelas. Tetapi menganggap kapital mengandung rente sebagai bentuk pokok kapital, tetapi ingin menggunakan sistem kredit secara istimewa, yang dianggap penghapusan atas rente dasar bagi pengubahan masyarakat, adalah sepenuhnya khayalan filistin. Maka itu khayalan itu, jika diulur lebih jauh, nyatanya telah terdapat di kalangan juru-bicara ekonomi klas tengah Inggris lapisan bawah abad ke tujuhbelas. Polemik Proudhon dengan Bastiat (1850) tentang kapital mengandung-rente berada pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada The Philosophy of Poverty. Dia berupaya menjadikan dirinya terpukul bahkan oleh Bastiat dan memuntahkan racauan yang membanyol ketika musuhnya memberikan pukulan yang menyadarkan.
Beberapa tahun yang lalu Proudhon-atas permintaan, menurut fikiran saya, pemerintah Lausanne-menulis esai berhadiah tentang “Pajak”. Pada esai itu semangatnya telah padam. Tiada yang tersisa kecuali borjuis-kecil semata.
Mengenai tulisan-tulisan politik dan filsafatnya seluruhnya menunjukkan sifat yang mengandung kontradiksi, ganda seperti karya-karya ekonominya. Lagi pula nilainya pun bersifat lokal, terbatas pada Perancis. Meskipun demikian serangannya terhadap agama, gereja, dan sebagainya pada saat kaum Sosialis Perancis menganggap cukup mempunyai syarat untuk menjadi unggul dalam hal-hal religi daripada Voltairisme borjuis abad ke delapanbelas dan ketidak-percayaan Jerman akan Tuhan dari abad ke sembilanbelas secara lokal mempunyai manfaat yang besar. Jika Peter Agung mengalahkan kebiadaban Rusi dengan kebiadaban, maka Proudhon berusaha sekuat tenaga menaklukan omong-kosong Perancis dengan kata-kata.
Karyanya tentang “Kudeta”, yang di dalamnya dia bermesraan dengan L. Bonaparte dan, menurut kenyataannya, berusaha membuat Bonaparte makanan lezat bagi kaum buruh Perancis, dan dalam karyanya yang terakhir, yang ditulisnya menentang Polandia, dia untuk keagungan yang lebih besar dari tsar secara berlebih-lebihan meperbolehkan dirinya terlibat dalam sinisme yang amat tak berdaya, harus dikarakterisasi bukan sebagai karya yang jelek saja, tetapi sebagai karya yang hina; hanya, kehinaan yang sesuai dengan pendirian borjuis-kecil.
Di masa yang lalu Proudhon sering dibandingkan dengan Rosseau. Tidak ada sesuatu yang lebih salah daripada itu. Dia lebih menyamai Nic. Linquet, yang Teori Hukum Sipil-nya, sepintas lalu, merupakan buku yang amat cemerlang.
Proudhon mempunyai kecenderungan alamiah akan dialektika. Tetapi karena dia tidak pernah menguasai dialektika ilmiah yang sejati, maka dia tidak pernah melangkah lebih jauh dari sofistri*****. Sesungguhnya hal itu bersatu dengan pendirian borjuis-kecilnya. Seperti halnya sejarawan Raumer, borjuis-kecil itu terdiri dari di satu sisi dan di lain sisi. Hal itu begitu itu untuk kepentingan ekonominya dan maka itu untuk kepentingan politiknya, untuk kepentingan pendirian agama, ilmu dan artistiknya. Begitu pula dalam hal moralnya, dalam segala-galanya. Dia merupakan kontradiksi yang hidup. Jika, seperti Proudhon, dia juga seorang yang cerdik, segera dia akan belajar bermain dengan kontradiksi-kontradiksinya sendiri dan sesuai dengan keadaan mengembangkan kontradiksi-kontradiksi itu menjadi paradoks yang menyolok, menakjubkan, kadang-kadang menimbulkan fitnah, kadang-kadang brilian. Carlatanisme (penipuan) di bidang ilmu dan menyesuaikan diri dalam politik merupakan hal-hal yang tidak terpisahkan dari pendirian yang semacam itu. Akan tinggal hanya satu motif yang menentukan, keangkuhan subyeknya, dan satu-satunya masalah baginya, seperti halnya bagi semua orang yang angkuh, ialah sukses di saat itu, sensasi di hari itu. Maka itu kebijaksanaan etika yang sederhana, yang selalu menempatkan seorang Rousseau, misalnya, di tempat yang sama sekali tidak mengandung kompromi dengan kekuasaan yang ada, seharusnya melenyap.
Ada kemungkinan bahwa manusia dikemudian hari akan membuat ikhtisar tentang tingkat terakhir perkembangan Perancis dengan mengatakan bahwa Louis Bonaparte adalah Napoleon-nya dan Proudhon Rousseau-Voltaire-nya.
Saudara sendirilah sekarang yang harus memikul tanggung-jawab membebani saya, segera setelah orangnya meninggal, dengan peranan hakim postmortem (pemeriksa mayat).
Hormat Saya,
Karl Marx
Catatan:
* ” Jika mereka katakan bahwa hubungan-hubungan masa kini-hubungan-hubungan produksi borjuis-adalah wajar, yang dimaksudkan ahli-ahli ekonomi itu ialah bahwa hubungan-hubungan itu adalah hubungan yang di dalamnya kekayaan diciptakan dan tenaga-tenaga produktif berkembang sesuai dengan hukum-hukum alam. Jadi hubungan-hubungan itu dengan sendirinya merupakan hukum-hukum alamiah lepas dari pengaruh waktu. Hubungan-hubungan itu adalah hukum-hukum abadi yang harus senantiasa mengatur masyarakat. Jadi di masa yang silam ada sejarah, tetapi sekarang tidak ada lagi “. (hal. 113 karya saya)
** Orang yang mendadak menjadi kaya atau mendapat kedudukan tinggi dan menjadi angkuh.
*** Cara mengajar, biasanya agama Kristen, melalui tanya-jawab. Yang terjadi adalah pengetahuan yang dihafalkan dan sepotong-sepotong.
**** Patung yang amat besar di masa sebelum terjadinya banjir-bandang di jaman nabi Nuh.
***** Berpikir cepat namun salah.
Kemarin saya menerima sepucuk surat dan dalam surat itu saudara mengajukan permintaan kepada saya untuk memberikan penilaian yang mendetail tentang Proudhon. Ketiadaan waktu merupakan penghalang bagi saya untuk memenuhi keinginan saudara itu. Tambahan pula, sekarang ini saya tidak memiliki satupun karya-karyanya. Meskipun demikian, untuk menunjukkan maksud baik saya terhadap saudara, maka saya dengan tergesa-gesa menuangkan suatu kerangka yang amat ringkas. Kemudian saudara bisa melengkapinya, menambahnya, menguranginya-pendek kata, perbuatlah apa yang saudara inginkan dengan kerangka itu.
Usaha-usaha Proudhon yang pertama sekali saya tidak ingat lagi. Tulisannya ketika dia masih duduk di bangku sekolah, Bahasa Universal, menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai keragu-raguan sedikitpun dalam menghadapi persoalan-persoalan yang untuk pemecahannya dia sama sekali tidak mempunyai dasar-dasar pokok pengetahuan.
Karyanya yang pertama, What is Property?, tentunya adalah karyanya yang terbaik. Karya itu membuat sejarah, jika bukan karena kebaruan isinya, setidak-tidaknya karena cara baru dan berani yang dipakainya untuk menyatakan hal-hal yang lama. Di dalam karya-karya kaum Sosialis dan Komunis Perancis yang diketahuinya, “milik”, sudah tentu, bukan saja telah dikritik dengan berbagai jalan tetapi “ditiadakan” pula dengan cara yang utopis. Di dalam bukunya itu hubungan Proudhon dengan Saint-Simon dan Fourier adalah hampir sama dengan hubungan Feurbach dengan Hegel. Jika dibandingkan dengan Hegel, Feuerbach amat kerdil. Meskipun demikian sesudah Hegel dia membuat sejarah, karena dia memberikan tekanan pada hal-hal tertentu yang tidak menyenangkan bagi kesadaran Kristen di samping hal-hal itu penting bagi kemajuan kritik, dan yang ditinggalkan Hegel di dalam setengah-kegelapan yang mistik.
Di dalam buku Proudhon itu masih terdapat, jika saya diperbolehkan menggunakan pernyataan, langgam yang berotot kuat. Dan menurut pendapat saya langgamnya itu adalah keunggulannya yang utama. Orang melihat bahwa di tempat dia hanya mengulangi kembali bahan-bahan lama sekalipun, Proudhon menemukan penemuan-penemuan yang berdiri sendiri: bahwa apa yang diucapkannya adalah baru bagi dia sendiri dan maka itu termasuk dalam hal-hal yang baru. Tantangan yang bersifat provokatif, menggunakan “yang tersuci di antara yang suci” dari hal-hal ekonomi, paradoks yang amat baik yang menjadikan common sense borjuis suatu tertawaan, kritik yang melajukan, ironi yang getir, dan, di sana-sini, terloncat perasaan amarah yang dalam dan sejati terhadap kekejian yang ada, ke sungguh-sungguhan revolusioner-karena semua itulah maka What is Property? mempunyai pengaruh yang mempesona dan menimbulkan kesan yang besar ketika pertama kali terbit. Dalam sejarah ekonomi politik yang betul-betul ilmiah buku itu untuk disebutkan pun tidak akan pantas. Tetapi karya-karya sensasionil yang semacam itu melakukan peranannya di bidang ilmu sebanyak yang dilakukannya di bidang literatur sopan. Ambillah sebagai misal, buku Malthus On Population. Pada edisinya yang pertama buku itu tidak lebih daripada “pamflet sensasional” dan dari awal hingga akhir merupakan plagiarisme. Tetapi, meskipun demikian betapa besarnya rangsang ditimbulkan oleh tulisan yang bersifat fitnahan atas ras manusia itu!
Seandainya di depan saya ada buku Proudhon maka dengan mudah saya dapat memberikan beberapa contoh untuk mengilustrasikan caranya yang pertama itu. Di dalam bagian-bagian yang dia sendiri menganggap bagian-bagian yang amat penting dia meniru perlakuan Kant terhadap antinomi-pada waktu itu Kant adalah satu-satunya ahli filsafat Jerman yang dikenalnya lewat terjemahan-dan meninggalkan kesan yang kuat pada seseorang bahwa baginya, seperti bagi Kant, pemecahan atas antinomi itu adalah sesuatu yang berada “di luar” pemahaman manusia, yaitu, sesuatu yang pemahamannya sendiri tentang itu berada di dalam kegelapan.
Tetapi meskipun dia mengadakan serangan pura-pura terhadap surga, di dalam What is Property? sudah dapat ditemukan kontradiksi-kontradiksi bahwa, di satu pihak, Proudhon mengkritik masyarakat dari segi dan dengan mata kaum tani pemilik kecil Perancis (kemudian borjuis-kecil) dan, di fihak lain, menggunakan ukuran yang diwarisinya dari kaum Sosialis.
Kelemahan buku itu ditunjukkan oleh judulnya itu sendiri. Masalah itu diajukan sebegitu salahnya sehingga ia tidak bisa dijawab dengan tepat. “Hubungan milik” kuno menemukan kehancurannya pada hubungan milik feodal, dan hubungan milik feodal itu pada hubungan milik “borjuis”. Dengan demikian maka sejarah itu sendiri telah melaksanakan kritiknya terhadap hubungan-hubungan milik masa lampau. Dengan Proudhon soalnya sesungguhnya ialah milik borjuis modern sebagaimana adanya sekarang ini. Masalah apa milik borjuis modern itu hanya dapat dijawab dengan mengadakan analisa yang kritis atas “ekonomi politik” yang meliputi hubungan-hubungan milik itu dalam keseluruhannya, bukan dalam pernyataan hukumnya sebagai hubungan kemauan tetapi dalam bentuknya yang sesungguhnya, yaitu, sebagai hubungan produksi. Tetapi karena Proudhon mengacaukan seluruh hubungan ekonomi itu di dalam konsepsi yuridis yang umum dari “milik”, maka dia tidak bisa melampaui jawaban yang telah diberikan Brissot sebelum tahun 1789 dalam karya yang sama, dan diajukan dengan kata-kata yang sama: ” Milik adalah pencurian”. Paling banyak yang dapat ditarik dari situ ialah bahwa konsepsi yuridis borjuis tentang “pencurian” sama berlakunya bagi keuntungan-keuntungan “yang jujur” dari borjuis itu sendiri. Di pihak lain, karena “pencurian” sebagai pelanggaran yang bersifat paksa atas milik bersyarat pada adanya milik, Proudhon melibatkan dirinya dalam segala macam kemauan yang bersifat khayalan, yang baginya pun tidak jelas, tentang milik borjuis yang sesungguhnya.
Selama saya berada di Paris dalam tahun 1844 saya mengadakan kontak pribadi dengan Proudhon. Hal itu saya sebutkan di sini karena hingga batas-batas tertentu saya pun bersalah atas “tiruan”-nya, seperti orang Inggris menamakan pemalsuan barang-barang yang diperdagangkan. Selama berlangsung perdebatan yang lama, sering sampai semalam suntuk, saya menularinya dengan Hegelianisme, hal yang menyebabkan dia merasa tersinggung, dan yang, karena dia tidak begitu menguasai bahasa Jerman, tidak bisa dipelajari dengan selayaknya. Setelah saya diusir dari Paris Herr Karl Grün meneruskan apa yang telah saya mulai. Sebagai seorang guru filsafat Jerman, dia mempunyai segi yang menguntungkan jika dibandingkan dengan saya, yaitu bahwa dia sendiri sama sekali tidak mengetahui hal itu.
Tidak lama sebelum terbit karya penting Proudhon yang kedua, The Philosophy of Poverty or System of Economic Contradictions, dan sebagainya, dia sendiri memberitahukan hal itu kepada saya dalam sepucuk surat yang mendetil yang didalamnya dia mengatakan, antara lain: “Saya menunggu kritik saudara yang keras.” Hal itu segera tiba padanya (dalam buku saya Poverty of Philosophy, dan seterusnya, Paris 1847), sedemikian rupa sehingga mengakhiri persahabatan kami untuk selama-lamanya.
Dari apa yang telah saya katakan tadi akan dapat saudara lihat bahwa The Philosophy of Poverty or System of Economic Contradictions Proudhon pertama nyatanya mengandung jawaban atas pertanyaan, “Apa milik itu?” Nyatanya hanyalah sesudah terbit karyanya itu baru dia memulai studi ekonominya; dia telah menemukan bahwa masalah yang diajukannya tidak dapat dijawab dengan cacian, tetapi hanya dengan analisa atas “ekonomi-politik” modern. Bersamaan dengan itu dia mencoba mengajukan sistem kategori-kategori ekonomi secara dialektik. Sebagai ganti “antinomi” Kant yang tidak bisa dipecahkan “Kontradiksi” Hegel dimasukkan sebagai cara perkembangan.
Untuk mengadakan penilaian terhadap bukunya yang terdiri dari dua jilid yang amat tebal, saya terpaksa menunjuk saudara pada karya yang saya tulis sebagai jawaban. Dalam karya itu saya menunjukkan, antara lain betapa dangkalnya dia menyelami rahasia dialektika ilmiah; bagaimana, di pihak lain, dia mempunyai juga ilusi tentang filsafat spekulatif, karena dia bukannya memikirkan kategori ekonomi sebagai pernyataan teoritis dari hubungan produksi yang mengalami sejarah, yang sesuai dengan tingkat tertentu dari perkembangan produksi material, tetapi sebaliknya dia memalsunya menjadi ide-ide yang ada sebelumnya, yang abadi; dan bagaimana dengan cara yang berbelit-belit itu sekali lagi dia sampai pada pendirian ekonomi borjuis*
Selanjutnya saya menunjukkan juga bagaimana mutlaknya kurangnya dan dalam bagian-bagian bahkan betapa keanak-sekolahan pengetahuannya tentang “ekonomi politik” yang dikritiknya, dan bagaimana dia dan kaum utopis bukannya menjadikan ilmu bersumber dari pengetahuan kritis terhadap gerakan sejarah, gerakan yang menghasilkan sendiri syarat-syarat material pembebasan, tapi mencari-cari sesuatu yang dinamakan “ilmu” yang dengannya suatu rumus untuk “pemecahan masalah sosial” a priori dipikirkan. Tetapi secara khusus harus disebutkan tentang bagaimana tetap kacaunya, salah dan setengah matanya ide-ide Proudhon mengenai basis seluruh soal itu, nilai tukar, dan bagaimana dia bahkan memahami secara salah interpretasi yang utopis dari teori nilai Ricardo sebagai dasar ilmu baru. Mengenai pendiriannya pada umumnya, saya mengadakan penilaian yang menyeluruh sebagai berikut ini:
“Setiap hubungan ekonomi mempunyai segi baik dan segi jeleknya: itulah satu-satunya soal tentang mana M. Proudhon tidak menipu dirinya sendiri. Dia melihat segi baik yang ditekankan oleh ahli-ahli ekonomi; dia melihat segi jelek yang dikutuk kaum Sosialis. Dari ahli-ahli ekonomi dia meminjam kebutuhan akan hubungan-hubungan abadi; dari kaum Sosialis dia meminjam ilusi bahwa dalam kemiskinan tidak ada sesuatu pun yang dapat dilihat kecuali kemiskinan (dia bukannya melihat dalam kemiskinan segi revolusioner, subversif yang akan menggulingkan masyarakat lama). Dia sependapat dengan mereka keduanya dalam usahanya mengutip otoritas ilmu untuk mendukungnya. Baginya ilmu merendahkan diri pada ukuran yang sempit yang terdiri dari rumus-rumus ilmiah; dia adalah seorang pemburu rumus. Oleh karena itu maka M. Proudhon menepuk dadanya bahwa dia telah mengkritik baik ekonomi politik maupun Komunisme-dia berada lebih rendah daripada ke dua-duanya. Lebih rendah daripada ahli-ahli ekonomi, karena sebagai seorang filsuf yang mempunyai rumus sakti sebagai kekuatannya, dia berpikir bahwa dia dapat meniadakan usaha menyelami soal-soal ekonomi semata sampai kepada yang sekecil-kecilnya; lebih rendah daripada kaum Sosialis, karena tidak mempunyai cukup keberanian maupun cukup pengertian untuk bisa mengangkat dirinya, meskipun secara spekulatif saja, di atas penilaian borjuis. Dia ingin terbang tinggi sebagai sarjana di atas borjuis dan kaum proletar; dia tidak lain dari borjuis-kecil yang senantiasa terombang-ambing antara kapital dan kerja, antara ekonomi politik dan Komunisme.”
Meskipun penilaian di atas kedengarannya tajam, saya tetap harus membenarkan setiap katanya kini. Tetapi, bersamaan dengan itu, harus diingat bahwa ketika saya menyatakan bukunya sebagai kode Sosialisme borjuis-kecil dan membuktikan hal itu secara teori, Proudhon masih tetap dicap sebagai seorang ultra-maha-revolusioner baik oleh ahli-ahli ekonomi politik maupun oleh kaum Sosialis. Itulah pula alasannya mengapa saya tidak pernah ikut serta dalam teriakan yang terjadi kemudian tentang “pengkhianatan”-nya terhadap revolusi. Sejak awalnya salah dipahami oleh yang lain-lain serta oleh dia sendiri, maka bukanlah kesalahannya jika dia mengecewakan harapan-harapan yang tiada beralasan.
Dalam The Philosophy of Poverty segenap kelemahan metode mengajukan dari Proudhon muncul dengan sangat tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan What is Property? Langgamnya ialah langgam yang sering disebut orang Perancis ampoule (bombastis). Logat spekulatif yang lantang-suaranya, yang dianggap sebagai filsafat Jerman, secara teratur muncul di atas panggung ketika kelincahan Gallicnya dalam memahami sesuatu tidak bisa menyelamatkannya. Nada yang membusungkan dada, yang mengagung-agungkan diri sendiri, yang angkuh, dan terutama racauan yang tak henti-henti tentang “ilmu” dan pertunjukan yang palsu tentang hal itu, yang selalu begitu tidak bermanfaat, terus-menerus berdengung di telinga orang. Di dalam buku itu secara sistematis bagian-bagian tertentu diolah melalui kata-kata yang mentereng menjadi demam panas yang berlangsung sementara, berbeda dengan kehangatan yang asli yang membara dalam tulisannya yang pertama. Sebagai tambahan, pertunjukan yang kikuk, memuakan dari pengetahuan orang yang belajar sendiri, yang keangkuhan pembawaannya pada fikiran-fikiran yang asli, merdeka telah dipatahkan dan yang sekarang, sebagai parvenu** ilmu, mengganggap perlu menggembar-gemborkan apa yang dia bukan atau apa yang tidak dimilikinya. Kemudian mentalitas borjuis-kecil, yang dengan cara kebinatangan yang tidak sopan sedikitpun-dan tidak tajam maupun tidak mendalam serta tidak pula tepat-menyerang orang seperti Cabet, agar dihargai karena sikap praktisnya terhadap proletariat Perancis, di pihak lain bersikap sopan terhadap orang seperti Dunoyer (seorang Kanselir Negara, sudah tentu); dan lagi seluruh arti Dunoyer itu terletak dalam keseriusan yang lucu dengan mana, di seluruh tiga jilid yang tebal, yang sangat membosankan, dia mengkotbahkan kekerasan yang dikarekterisasi oleh Helvetius sebagai berikut: dari yang malang dituntut keharusan menjadi sempurna.
Revolusi Pebruari pasti tiba pada saat yang amat tidak menyenangkan bagi Proudhon, karena hanya beberapa minggu sebelumnya dia telah membuktikan secara tak tersangkal bahwa “zaman revolusi” telah berlalu untuk selama-lamanya. Ucapan-ucapannya di dalam Dewan Nasional, betapa pun dangkal pandangannya terhadap syarat-syarat yang ada, pantas mendapat pujian. Sesudah pemberontakan Juni ucapan-ucapan itu merupakan perbuatan yang penuh dengan keberanian yang tinggi. Tambahan pula ucapan-ucapan itu mempunyai akibat yang menguntungkan, yaitu bahwa M. Thiers, dengan pidatonya yang menentang usul-usul Proudhon, yang pada waktu itu diterbitkan dalam penerbitan tersendiri, membuktikan kepada seluruh Eropa katekisme*** kekanak-kanakan yang bagaimana yang mengabdi sebagai sokoguru spiritual borjuis Perancis. Sungguh, jika dibandingkan dengan M. Thiers, Proudhon melembung sehingga dia menjadi sebesar kolossus sebelum-dilivium****
Penemuan Proudhon tentang “kredit bebas” dan “bank Rakyat” yang didasarkan pada “kredit bebas” itu adalah “karya” ekonominya yang terakhir. Di dalam buku saya, A Contribution To The Critique of Political-Economy, bagian I, Berlin 1859 (hal. 59-64), dapat ditemukan bukti bahwa basis teori dari idenya timbul dari kegagalan memahami unsur-unsur pertama “ekonomi politik” borjuis, yaitu, tentang hubungan antara barang-dagangan dengan uang, sedangkan bangunan atas praktisnya hanyalah reproduksi skema yang jauh lebih tua dan berkembang lebih baik. Bahwa dalam keadaan ekonomi dan politik tertentu sistem kredit dapat berlaku dalam mempercepat pembebasan klas buruh, seperti, misalnya, di awal abad ke delapanbelas, dan lagi kemudian, pada awal abad ke sembilanbelas, di Inggris, ia mengabdi dalam memindahkan kekayaan klas yang satu ke klas yang lain, tanpa keraguan sedikitpun adalah dengan sendirinya jelas. Tetapi menganggap kapital mengandung rente sebagai bentuk pokok kapital, tetapi ingin menggunakan sistem kredit secara istimewa, yang dianggap penghapusan atas rente dasar bagi pengubahan masyarakat, adalah sepenuhnya khayalan filistin. Maka itu khayalan itu, jika diulur lebih jauh, nyatanya telah terdapat di kalangan juru-bicara ekonomi klas tengah Inggris lapisan bawah abad ke tujuhbelas. Polemik Proudhon dengan Bastiat (1850) tentang kapital mengandung-rente berada pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada The Philosophy of Poverty. Dia berupaya menjadikan dirinya terpukul bahkan oleh Bastiat dan memuntahkan racauan yang membanyol ketika musuhnya memberikan pukulan yang menyadarkan.
Beberapa tahun yang lalu Proudhon-atas permintaan, menurut fikiran saya, pemerintah Lausanne-menulis esai berhadiah tentang “Pajak”. Pada esai itu semangatnya telah padam. Tiada yang tersisa kecuali borjuis-kecil semata.
Mengenai tulisan-tulisan politik dan filsafatnya seluruhnya menunjukkan sifat yang mengandung kontradiksi, ganda seperti karya-karya ekonominya. Lagi pula nilainya pun bersifat lokal, terbatas pada Perancis. Meskipun demikian serangannya terhadap agama, gereja, dan sebagainya pada saat kaum Sosialis Perancis menganggap cukup mempunyai syarat untuk menjadi unggul dalam hal-hal religi daripada Voltairisme borjuis abad ke delapanbelas dan ketidak-percayaan Jerman akan Tuhan dari abad ke sembilanbelas secara lokal mempunyai manfaat yang besar. Jika Peter Agung mengalahkan kebiadaban Rusi dengan kebiadaban, maka Proudhon berusaha sekuat tenaga menaklukan omong-kosong Perancis dengan kata-kata.
Karyanya tentang “Kudeta”, yang di dalamnya dia bermesraan dengan L. Bonaparte dan, menurut kenyataannya, berusaha membuat Bonaparte makanan lezat bagi kaum buruh Perancis, dan dalam karyanya yang terakhir, yang ditulisnya menentang Polandia, dia untuk keagungan yang lebih besar dari tsar secara berlebih-lebihan meperbolehkan dirinya terlibat dalam sinisme yang amat tak berdaya, harus dikarakterisasi bukan sebagai karya yang jelek saja, tetapi sebagai karya yang hina; hanya, kehinaan yang sesuai dengan pendirian borjuis-kecil.
Di masa yang lalu Proudhon sering dibandingkan dengan Rosseau. Tidak ada sesuatu yang lebih salah daripada itu. Dia lebih menyamai Nic. Linquet, yang Teori Hukum Sipil-nya, sepintas lalu, merupakan buku yang amat cemerlang.
Proudhon mempunyai kecenderungan alamiah akan dialektika. Tetapi karena dia tidak pernah menguasai dialektika ilmiah yang sejati, maka dia tidak pernah melangkah lebih jauh dari sofistri*****. Sesungguhnya hal itu bersatu dengan pendirian borjuis-kecilnya. Seperti halnya sejarawan Raumer, borjuis-kecil itu terdiri dari di satu sisi dan di lain sisi. Hal itu begitu itu untuk kepentingan ekonominya dan maka itu untuk kepentingan politiknya, untuk kepentingan pendirian agama, ilmu dan artistiknya. Begitu pula dalam hal moralnya, dalam segala-galanya. Dia merupakan kontradiksi yang hidup. Jika, seperti Proudhon, dia juga seorang yang cerdik, segera dia akan belajar bermain dengan kontradiksi-kontradiksinya sendiri dan sesuai dengan keadaan mengembangkan kontradiksi-kontradiksi itu menjadi paradoks yang menyolok, menakjubkan, kadang-kadang menimbulkan fitnah, kadang-kadang brilian. Carlatanisme (penipuan) di bidang ilmu dan menyesuaikan diri dalam politik merupakan hal-hal yang tidak terpisahkan dari pendirian yang semacam itu. Akan tinggal hanya satu motif yang menentukan, keangkuhan subyeknya, dan satu-satunya masalah baginya, seperti halnya bagi semua orang yang angkuh, ialah sukses di saat itu, sensasi di hari itu. Maka itu kebijaksanaan etika yang sederhana, yang selalu menempatkan seorang Rousseau, misalnya, di tempat yang sama sekali tidak mengandung kompromi dengan kekuasaan yang ada, seharusnya melenyap.
Ada kemungkinan bahwa manusia dikemudian hari akan membuat ikhtisar tentang tingkat terakhir perkembangan Perancis dengan mengatakan bahwa Louis Bonaparte adalah Napoleon-nya dan Proudhon Rousseau-Voltaire-nya.
Saudara sendirilah sekarang yang harus memikul tanggung-jawab membebani saya, segera setelah orangnya meninggal, dengan peranan hakim postmortem (pemeriksa mayat).
Hormat Saya,
Karl Marx
Catatan:
* ” Jika mereka katakan bahwa hubungan-hubungan masa kini-hubungan-hubungan produksi borjuis-adalah wajar, yang dimaksudkan ahli-ahli ekonomi itu ialah bahwa hubungan-hubungan itu adalah hubungan yang di dalamnya kekayaan diciptakan dan tenaga-tenaga produktif berkembang sesuai dengan hukum-hukum alam. Jadi hubungan-hubungan itu dengan sendirinya merupakan hukum-hukum alamiah lepas dari pengaruh waktu. Hubungan-hubungan itu adalah hukum-hukum abadi yang harus senantiasa mengatur masyarakat. Jadi di masa yang silam ada sejarah, tetapi sekarang tidak ada lagi “. (hal. 113 karya saya)
** Orang yang mendadak menjadi kaya atau mendapat kedudukan tinggi dan menjadi angkuh.
*** Cara mengajar, biasanya agama Kristen, melalui tanya-jawab. Yang terjadi adalah pengetahuan yang dihafalkan dan sepotong-sepotong.
**** Patung yang amat besar di masa sebelum terjadinya banjir-bandang di jaman nabi Nuh.
***** Berpikir cepat namun salah.
Sumber : Internet File
0 comments:
Post a Comment